Minggu, 13 Januari 2013

VISIT MAKASSAR

MAKALAH PBL PATOLOGI SITEMIK DAN NEKROPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah.Salah satu kendala tersebut adalah masih banyaknya gangguan reproduksi menuju kemajiran pada ternak betina. Akibatnya, efisiensi reproduksi akan menjadi rendah dan kelambanan perkembangan populasi ternak. Dengan demikian perlu adanya pengelolaan ternak yang baik agar daya tahan reproduksi meningkat sehingga menghasilkan efisiensi reproduksi tinggi yang diikuti dengan produktivitas ternak yang tinggi pula (Hayati dan Choliq, 2009). Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi dan produksi ternak. Peternakan ruminansia yang ada di Indonesia masih merupakan jenis peternakan rakyat, berskala kecil, dan masih merujuk pada sistem pemeliharaan konvensional. Masih banyak permasalahan yang timbul dalam peternakan seperti permasalahan pakan dan kesehatan, khususnya gangguan reproduksi. Gangguan reproduksi berdampak pada rendahnya fertilitas induk, sehingga angka kebuntingan dan kelahiran pedet menurun atau dengan kata lain efisiensi reproduksi menurun. Akibat dari semua itu adalah lambatnya pertambahan populasi ternak dan produksi susu nasional. Gangguan reproduksi yang umum terjadi pada ternak ruminansia di antaranya adalah retensio sekundinae, distokia, abortus, kelahiran prematur, dan endometritis (Hayati dan Choliq, 2009). Sebagai contoh, kejadian retensio sekundinae dan endometritis adalah 32.95% dan 19.89% dari total kasus reproduksi di KPS Gunung Gede, Jawa Barat pada tahun 2003. Sedangkan abortus terjadi sekitar 2.96% (83 kasus) dari total kasus reproduksi di PT Taurus Dairy Farm, Jawa Barat selama tahun 1995-1999 (Fincher, et al., 1956) Retensio sekundinae merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya endometritis, karena dengan adanya infeksi bakteri atau mikroorganisme pada uterus postpartus dapat mengakibatkan peradangan. Lingkungan uterus yang kotor, ditambah dengan penanganan postpartus yang buruk mengakibatkan proses involusi kurang berjalan dengan sempurna. Sehingga pada saat dikawinkan mengakibatkan angka efisiensi reproduksi yang rendah. Beberapa parameter untuk menilai efisiensi reproduksi antara lain adalah conception rate (CR), service per conception (S/C), dan calving interval (CI) (Hardjopranjoto 1995). CR merupakan angka kebuntingan hasil IB pertama, dan nilai CR yang ideal adalah sekitar 50%. S/C merupakan jumlah inseminasi yang dibutuhkan untuk terjadinya satu kebuntingan, dan nilai S/C yang ideal adalah mendekati 1.0. CI merupakan jarak antara kelahiran ke kelahiran berikutnya, dan nilai CI yang ideal adalah 12 bulan (Hafez, 1980). Gangguan reproduksi dan hubungannya dengan penurunan tingkat efisiensi reproduksi yang terjadi perlu dicermati sepanjang musim berkaitan dengan perubahan musim di Indonesia. Hal ini karena musim hujan dengan sanitasi lingkungan yang buruk, penanganan penyakit, dan keadaan ternak yang kurang baik dapat meningkatkan keparahan penyakit. Sedangkan pada musim kemarau dengan kualitas pakan yang buruk. Sehingga ternak kekurangan pakan dalam hal komposisi dan nutrisi, bisa mengakibatkan gangguan reproduksi. Setiap peternakan sebaiknya mempunyai pengelolaan ternak yang disesuaikan dengan kondisi setempat, seperti pengelolaan pakan, pengelolaan kandang, dan pengelolaan kesehatan (Bearden and Fuquay, 1992). Oleh karena itu sebagai mahasiswa kedokteran hewan harus mengetahui dan mempelajari mengenai penanganan dan penanggulangan penyakit reporoduksi pada ternak. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan rumusan masalah adalah kelainan reproduksi yang tinggi akan mempengaruhi rendahnya penampilan reproduksi bagi suatu usaha peternakan, sehingga penting untuk dilihat dan diketahui. 1.3 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelainan/gangguan reproduksi pada ternak sapi perah betina yang terdapat di Kabupaten Sinjai. 1.4 Manfaat Manfaat penelitian adalah untuk memperbaiki gangguan kelainan reproduksi dan memperbaiki penampilan reproduksi ternak sapi perah di Kabupaten Sinjai.