Jumat, 09 Desember 2011

Program Vaksinasi Anjing

no umur Jenis vaksin
1. 3 hari Vaksin measle
2. 6 minggu Vaksin parvovirus I
3. 7 minggu Vaksin distemper, HCC, dan leptospirosis
4. 8-10 minggu Vaksin parvovirus II, coronavirus
5. 9-11 minggu Vaksin distemper, HCC, dan leptospirosis II
6. 10-12 minggu Vaksin parvovirus III, parainfluenza, bordetella
7. 11-13 minggu Vaksin distemper, HCC, dan leptospirosis III, rabies I
8. 14-16 minggu hepatitis
8. 16 bulan Pengurangan semua jenis vaksin/booster (selanjutnya semua vaksin diulang tiap tahun)

PROGRAM VAKSINASI

Hal penting yang pelru diperhatikan adalah:
 jenis vaksin yang digunakan (ND, IB, IBD, dll)
 teknik vaksinasi
 kualitas vaksin
Pada waktu pelaksanaan vaksin, ada beberapa hal yang dpat sekaligus dilakukan ketika:
Vaksin ND
 Metoda dapat dilakukan spray, tetes mata, cekok
 Teknik pelaksanaan
 Lakukan juga culling
Vaksin IBD
 metoda yang dapat dilakukan cekok, air minum
 jika metode vaksinasi yang digunakan adalah melalui air minum, maka yang perlu diperhatikan adalah kualitas air, jumlah air yang dipergunakan (20-30liter/1000e ayam), vaksinasi dapat selesai dalam 1 2jam, tambahkan skim milk 2-4gram/liter air minum.
 Umur dilaksanakan vaksinasi menjadi satu titik poin penting untuk diperhatikan
 Lakukan pemilihan type vaksin yang akan diberikan
Jenis-jenis vaksin
 live vaccine
NewCastle Diseases, Infectious Bronchitis, Fowl Pox, Avian Enchephalomyelitis, Marek’s Diseses, Reovirus, Infectious Bursal Diseases.
 killed vaccine
NewCastle Diseases, Infectious Bronchitis, Reovirus, Infectious Bursal Diseases dll.
Metode aplikasi vaksinasi :
1. Vaksin aktif
suntikan (im/sc) : marek, reo
kedalam kulit/folikel : Pox
tetes mata/hidung :IB, ND, ILT
Tetes mulut : AE
Spray : IB, ND,
Air minum : IB, ND, AE, IBD
2. Vaksin inaktif
Injeksi (sc/im)
Prinsip-prinsip dasar penyimpanan vaksin
1. Vaksin aktif/hidup
Vaksin harus disimpan disuhu antara 20C-80C dan terhindar dari sinar matahari
2. Vaksin inaktif/mati
Vaksin harus disimpan disuhu antara 20C-80C dan hindari suhu beku
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam vaksinasi :
1. Status penyakit yang berbeda memerlukan program vaksinasi berbeda
2. Suatu program vaksinasi bila sudah memberikan hasil yang memuaskan, sebaiknya tidak dirubah dengan alasan apapun juga
Program vaksin
Umur (hari) Vaksin Aplikasi
4-7 ND Live Tetes mata
ND Killed Subkutan
12-16 IBD Air minum/cekok
19-23 ND Live Air minum/tetes mata
Prosedur pemberian vaksin melalui tetes mata atau tetes hidung atau tetes mulut/cekok
 Peralatan pelarut dan botol penetes
 Larutkan vaksin dalam pelarut yang dingin
 Jaga agar vaksin tetap dingin selama vaksinasi (40c-80c)
 Keluarkan dahulu gelembung udara dengan cara membalikkan botol penetes sehingga akan keluar beberapa tetesan
 Bola mata harus terletak horizontal supaya tetesan vaksin tidak terlalu cepat mengalir
 Pada tetes hidung, salah satu lubang hidung harus ditutup sehingga vaksin dapat terhirup
 Setelah penetesan, biarkan tetesan menghilang ke dalam rongga mata atau hidung sebelum ayam dilepaskan
Prosedur pemberian vaksin melalui air minum
 Peralatan dan air yang digunakan harus bebas dari antibiotic dan desinfektan 24jam sebelum vaksinasi
 Puasakan ayam 1-2 jam sebelum vaksinnasi
 Hitung kebutuhan air minum ayam hingga diperkirakan habis diminum dalam waktu 1-2jam
 Kebutuhan air ayam broiler jumlah (ml) = 2 x jumlah ayam x umur ayam (umur dalam hari)
 Sediakan air sejumlah kebutuhan ayam, dalam tempat yang bersih
 Tambahkan susu skim 2-4 gram per liter air
 Larutkan vaksin kedalam air yang sudah diberikan susu skim dan aduk dengan baik, jika cuaca panas bisa tambahkan es agar temperature air cukup rendah
 Tuangkan campuran air vaksin ke dalam tempat minum
 Setelah vaksin habis dikonsumsi, berikan air biasa
Yang harus diperhatikan dalam pemberian vaksin melalui air minum adalah:
 Setiap ayam harus mendapat air minum yang cukup dalam waktu singkat oleh karenanya tempat minum juga harus cukup
 Setelah dilarutkan, vaksin harus diberikan secepatnya
 Gunakan air yang bersih, jernih, dingin dan bebas dari residu obat dan desinfektan
 Hindari vaksin terkena sinar matahari langsung, baik sebelum maupun sesudah dilarutkan kedalam air minum
Penyebab kegagalan vaksinasi
 Kesalahan aplikasi vaksin baik hal teknis maupun jadwal
 Kekurangan jumlah antigen dalam vaksin
 Immunosupresi akibat infeksi virus, mycotoxicosis dan stress
 Kekebalan dari induk yang mengganggu/menghambat perbanyakan virus vaksin
 Segala bentuk infeksi yang terjadi menjelang vaksinasi
 Munculnya virus yang tidak terlindungi oleh vaksin

Tabel pemberian vaksin kepada ayam pedaging :

umur (HARI) obat dan vaksin
1-3 ENROXIN/CYPROXACIN
4 ND - IB TETES
5 - 7 NEW CIAMI
9 - 11 SQ PLUS
13 dan 15 NEW CIAMI
14 VAKSIN GUMBORO
18 - 20 PIRIVET
21 VAKSIN MINUM ND KE-2
23- 25 EM-4
28 - 30 VITABRO
33 - 35 EM-4
49 VAKSIN CORYZA
49 VAKSIN POX DAN ILT
105 VAKSIN ND+IB+EDS
140 VAKSIN ND KILL
Tabel pemberian vaksin kepada ayam pedaging :

Jenis-Jenis gangguan metabolisme

Jenis-Jenis gangguan metabolisme
Gangguan Metabolisme Karbohidrat Gangguan Metabolisme Galaktosa
- Defisiensi galaktokinase herediter
- Defisiensi galaktosa-1-fosfat uridiltransferase herediter
- Defisiensi uridin difosfat galaktosa 4-epimerase herediter
Gangguan Metabolisme Fruktosa
- Intoleransi fruktosa herediter
- Defisiensi fruktosa-1,6-difosfat herediter
Malabsorpsi Karbohidrat pada Intestinal Brush Border
- Defisiensi laktase kongenital
- Defisiensi sukrase-isomaltase
- Malabsorpsi glukosa-galaktosa kongenital
Penyakit Penyimpanan Glikogen
- Penyakit Von Gierke (penyakit penyimpanan glikogen tipe Ia)
- Penyakit Pompe (penyakit penyimpanan glikogen tipe II)
- Penyakit Cori (penyakit penyimpanan glikogen tipe III)
- Penyakit Andersen (penyakit penyimpanan glikogen tipe IV)
- Penyakit McArdle (penyakit penyimpanan glikogen tipe V)
- Penyakit Hers (penyakit penyimpanan glikogen tipe VI)
- Penyakit Tarui (penyakit penyimpanan glikogen tipe VII)
- Penyakit Fanconi-Bickel (penyakit penyimpanan glikogen tipe XI)
Gangguan Metabolisme Asam Amino
- Hiperfenilalaninemia
- Fenilketonuria dan nonfenilketonurik yang mengakibatkan hiper-fenilalaninemia
- Hipertirosinemia
- Tirosinemia hepatorenal: defisiensi fumarilasetoasetat hidrolase (tirosinemia tipe I)
- Tirosinemia okulokutaneus: defisiensi aminotransferase tirosin (tirosinemia tipe II)
- Defisiensi 4-hidroksifenilpirufat dioksigenase (tirosinemia tipe III)
Gangguan Metabolisme Histidin
- Histidinuria
- Urokanikasiduria
- Hiperglisinemia nonketotik
- Hiperglisinemia nonketotik neonatal
- Enzim siklus urea dan hiperamonemia kongenital
Gangguan Transpor Asam Amino
- Sistinuria tipe 1
- Sistinuria tipe 2
- Intoleransi protein lisinurik
- Sindrom hiperornitinemia-hiperamonemia-homositrulinuria (sindrom HHH)
- Blue diaper syndrome
- Metioninuria
- Glisinuria
- Lisinuria
Gangguan Siklus Urea
- Defisiensi carbamyl phosphate synthetase (CPS)
- Defisiensi 0177ithille transcarbamylase (OTC)
- Argininosuccinicaciduria (ASA)
- Argininemia
- Sitrulinemia
Gangguan Rantai Cabang Asam Amino dan Asam Keto
- Maple syrup urine disease (MSUD)
- MSUD klasik
- MSUD intermediet
- MSUD intermiten
- MSUD responsif tiamin
- MSUD defisiensi dihidrolipoil dehidrogenase (E3)
Asidemia Organik: Gangguan Metabolisme Propionat dan Metilmalonat
- Propionikasidemia
- Metilmalonikasidemia
Gangguan Kompleks Piruvat Dehidrogenase, Gangguan Kompleks Piruvat Karbohidrat
Defisiensi Piruvat Kinase dan Glukosa-6-Fosfatase
- Defisiensi piruvat kinase
- Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase
Gangguan Metabolisme Lipid
- Abetalipoproteinemia
- Hiperlipidemia kombinasi familial
- Penyakit tangier
Hiperlipoproteinemia Familial: Lipoprotein Familial
Defisiensi Lipase
Kolesterolemia Familial
Gangguan Enzim Lisosom Gangliosidosis
- Gangliosidosis
- Gangliosidosis Gm,
Penyakit Niemann-Pick tipe B- Penyakit Niemann-Pick tipe A
- Penyakit Niemann-Pick tipe C
Gangguan Metabolisme Perin
- Sindrom Lesch-Nyhan
- Santinuria herediter
- Gangguan metabolik pirimidin

METAPLASIA DAN HIPERPLASIA

Metaplasia adalah melibatkan perubahan yang berlaku ke atas tisu yang telah mengalami perbedaan pada berbagai-bagai bentuk, selalunya dari kelas yang sama tetapi tidak mengkhusus. biasanya metaplasia berlaku pada lapisan epitelium kelenjar dan tisu perantara, seringkali berasosiasi dengan hiperplasia. Metaplasia adalah suatu mekanisme adaptasi. pengasalan dari berpanjangan bronkus kepada asap rokok membawa kepada metaplasia skuama pada epitelium bronkial. proses ini adalah berbalik sepenuhnya. bila rangsangan seperti aktivitas merokok dihentikan epitelium metaplastik kemungkinan dapat kembali normal.
Hiperplasia merupakan respon preneoplastic umum stimulus. Mikroskopis sel mirip sel-sel normal tetapi meningkat dalam jumlah. Sometimes cells may be also increased in size ( hypertrofia ). Kadang-kadang sel mungkin juga meningkat dalam ukuran ( hypertrofia ). Hiperplasia berbeda dari hipertrofi dalam bahwa perubahan sel adaptif di hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel , sedangkan hiperplasia melibatkan peningkatan jumlah sel.

NEKROSIS

Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan cedera mekanis), dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

1. Perubahan Mikroskopis

Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-organel sel lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi padat, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap. Selanjutnya inti sel hancur dan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis. Kemudian inti sel yang mati akan menghilang (kariolisis).



2. Perubahan Makroskopis

Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim lisis pada jaringan yang nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis terhambat maka jaringan nekrotik akan mempertahankan bentuknya dan jaringannya akan mempertahankan ciri arsitekturnya selama beberapa waktu. Nekrosis ini disebut nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan dengan gangguan suplai darah. Contohnya gangren.

Jaringan nekrotik juga dapat mencair sedikit demi sedikit akibat kerja enzim dan proses ini disebut nekrosis liquefaktif. Nekrosis liquefaktif khususnya terjadi pada jaringan otak, jaringan otak yang nekrotik mencair meninggalkan rongga yang berisi cairan. Pada keadaan lain sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahannya tetap berada pada tempatnya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dan tidak bisa dicerna. Jaringan nekrotik ini tampak seperti keju yang hancur. Jenis nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa, contohnya pada tuberkulosis paru. Jaringan adiposa yang mengalami nekrosis berbeda bentuknya dengan jenis nekrosis lain. Misalnya jika saluran pankreas mengalami nekrosis akibat penyakit atau trauma maka getah pankreas akan keluar menyebabkan hidrolisis jaringan adiposa (oleh lipase) menghasilkan asam berlemak yang bergabung dengan ion-ion logam seperti kalsium membentuk endapan seperti sabun. Nekrosis ini disebut nekrosis lemak enzimatik.
3. Perubahan Kimia Klinik

Kematian sel ditandai dengan menghilangnya nukleus yang berfungsi mengatur berbagai aktivitas biokimiawi sel dan aktivasi enzim autolisis sehingga membran sel lisis. Lisisnya membran sel menyebabkan berbagai zat kimia yang terdapat pada intrasel termasuk enzim spesifik pada sel organ tubuh tertentu masuk ke dalam sirkulasi dan meningkat kadarnya di dalam darah. Misalnya seseorang yang mengalami infark miokardium akan mengalami peningkatan kadar LDH, CK dan CK-MB yang merupakan enzim spesifik jantung. Seseorang yang mengalami kerusakan hepar dapat mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT. Namun peningkatan enzim tersebut akan kembali diikuti dengan penurunan apabila terjadi perbaikan.

Dampak Nekrosis

Jaringan nekrotik akan menyebabkan peradangan sehingga jaringan nekrotik tersebut dihancurkan dan dihilangkan dengan tujuan membuka jalan bagi proses perbaikan untuk mengganti jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik dapat digantikan oleh sel-sel regenerasi (terjadi resolusi) atau malah digantikan jaringan parut. Jika daerah nekrotik tidak dihancurkan atau dibuang maka akan ditutup oleh jaringan fibrosa dan akhirnya diisi garam-garam kalsium yang diendapkan dari darah di sekitar sirkulasi jaringan nekrotik . Proses pengendapan ini disebut kalsifikasi dan menyebabkan daerah nekrotik mengeras seperti batu dan tetap berada selama hidup.
Perubahan-perubahan pada jaringan nekrotik akan menyebabkan :

1. Hilangnya fungsi daerah yang mati.
2. Dapat menjadi fokus infeksi dan merupakan media pertumbuhan yang baik untuk bakteri tertentu, misalnya bakteri saprofit pada gangren.
3. Menimbulkan perubahan sistemik seperti demam dan peningkatan leukosit.
4. Peningkatan kadar enzim-enzim tertentu dalam darah akibat kebocoran sel-sel yang mati.

Apoptosis

adalah mekanisme biologi yang merupakan salah satu jenis kematian sel terprogram. Apoptosis digunakan oleh organisme multisel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis berbeda dengan nekrosis. Apoptosis pada umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh, sedangkan nekrosis adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut. Contoh nyata dari keuntungan apoptosis adalah pemisahan jari pada embrio. Apoptosis yang dialami oleh sel-sel yang terletak di antara jari menyebabkan masing-masing jari menjadi terpisah satu sama lain.Bila sel kehilangan kemampuan melakukan apoptosis maka sel tersebut dapat membelah secara tak terbatas dan akhirnya menjadi kanker. Apoptosis dimulai saat enzim kaspase dari kelompok sisteina protease membentuk kompleks aktivasi protease multi sub-unit yang disebut apoptosom. Apoptosom disintesis setelah terjadi peningkatan permeabilitas membran mitokondria sisi luar dan pelepasan sitokrom c ke dalam sitoplasma.

LUTUNG

Kasifikasi

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Primates

Famili : Cercopithecidae

Genus : Trachypithecus

Spesies : Trachypithecus auratus



Karakteristik Trachypithecus auratus

Lutung jawa, dalam bahasa latin disebut Trachypithecus auratus merupakan salah satu jenis lutung asli (endemik) Indonesia. Sebagaimana spesies lutung lainnya, lutung jawa yang bisa disebut juga lutung budeng mempunyai ukuran tubuh yang kecil, sekitar 55 cm, dengan ekor yang panjangnya mencapai 80 cm.

Lutung memiliki warna rambut hitam diselingi warna keperakan. Di kepalanya terdapat helaian rambut yang menjuantai kedepan membentuk jambul. Jika dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung terbilang pendek, dengan telapak yang tidak berbulu., dengan berat 5-15 kg; pejantan berbadan lebih besar daripada betinanya. Tonjolan di atas matanya membedakan lutung dari saudara dekatnya, surili.

Panjang tubuh Lutung (dari kepala hingga tungging) sekitar 50 cm, panjang ekor sekitar 70 cm atau dapat mencapai dua kali panjang tubuh. Berat Lutung rata-rata 6-15 kg. Anak lutung yang baru lahir berwarna kuning jingga dan tidak berjambul. Setelah meningkat dewasa warnanya berubah menjadi hitam kelabu. Bulu lutung jawa (Trachypithecus auratus) berwarna hitam dan lutung betina memiliki bulu berwana keperakan di sekitar kelaminnya. Lutung jawa (lutung budeng) muda memiliki bulu yang berwarna oranye. Untuk subspesies Trachypithecus auratus auratus (Spangled Langur Ebony) meliki ras yang mempunyai bulu seperti lutung jawa muda dengan warna bulu yang oranye sedikit gelap dengan ujung kuning.

2.3 Perilaku

Hidup berkelompok sangatlah bermanfaat bagi lutung yang lambat menjadi dewasa. Kelompok itu menjadi tempat penyimpanan pengalamannya yang kemudian diteruskan kepada generasi baru. Maka bayi yang baru lahir dari

suatu kelompok sangatlah beruntung. Selama masa mudanya yang panjang monyet tadi tidak hanya mendapatkan perlindungan dari anggota kelompok yang lain tetapi memperoleh waktu untuk belajar dari anggota lain, dan apa yang telah dipelajarinya dilatih lagi dengan permainan.

Lutung hidup berkelompok dengan dengan jumlah teman antara 6-23 ekor.

Dalam setiap kelompok terdapat jantan sebagai pimpinan kelompok, dan beberapa betina serta anak-anak yang masih dalam asuhan induknya. Lutung merupakan hewan yang aktif di siang hari. Jantan dominan mendominasi anggota kelompok dalam hal perlindungan, pengamanan dalam pergerakan, dan merawat. Jantan selalu menjaga anggota kelompoknya dari berbagai gangguan yang berasal dari luar atau dari kelompok lain.Umumnya jantan mengeluarkan suara dan melakukan gertakan dengan suara dan perubahan mimik yang menunjukkan marah. Lutung jantan terkadang ditemukan menyendiri. Hal ini karena lutung tersebut terusir dari kelompoknya dan belum menemukan anggota kelompok. Ketika sedang marah, lutung akan memperingatkan lawannya dengan menggerakkan kepalanya naik turun dan matanya menjadi sangat bulat.

Jantan dominan akan berteriak untuk menarik perhatian pemburu. Selagi pemburu memusatkan perhatiannya ke jantan tersebut, anggota kelompok akan bergerak menjauh dari pemburu. Setelah anggota kelompok menjauh, jantan mendekat kepada anggota kelompoknya dengan mengambil jalan pintas.Sekalipun telah mati, induk Lutung akan tetap menggendong bayinya selama kurang lebih dua hari.

Lutung memerlukan masa kanak-kanak yang lebih panjang dari pada manusia sebelum akhirnya menjadi dewasa. Saling membersihkan badan merupakan sarana bersosialisasi dan mengakrabkan diri bagi lutung. Dan ternyata, lutung betina lebih sering membersihkan badan daripada lutung jantan.

Menurut beberapa penelitian, lutung memakan lebih dari 66 jenis tumbuhan yang berbeda. Sebagian besar makanan lutung adalah daun, sebagian kecil adalah buah dan bunga. Terkadang memakan serangga dan bagian lain dari

tumbuhan seperti kulit kayu. Beberapa jenis tumbuhan yang disukai lutung antara lain kaliandra, sapen, dadap cangkring dan anggrung. Lutung sangat suka memakan daun dan buah yang berasa asam dan sepat. Lutung sedikit sekali memerlukan air untuk minum karena kebutuhan air hariannya sudah terpenuhi dari daun dan buah-buahan yang dimakannya. komposisi gigi lutung dewasa sama dengan gigi manusia dewasa Lutung memiliki 2 buah gigi seri, 1 buah gigi taring, 2 buah gigi geraham depan dan 3 buah gigi geraham belakang.

Lutung hidup di hutan dengan berbagai macam variasi mulai dari hutan

bakau di pesisir, hutan dataran rendah hingga hutan dataran tinggi. Terkadang lutung juga mendiami daerah perkebunan. Sebagian besar waktunya dihabiskan di atas pohon. Terkadang lutung juga turun ke tanah untuk mencari serangga tetapi hal ini sangat jarang terjadi.

Daerah jelajah Lutung minimal 15 Ha atau setara dengan 350 kali luas lapangan basket.Area bermain dan mencari makan Lutung dapat mencapai 1.300 meter atau setara dengan tiga kali lapangan basket. Lutung lebih sering meloncat saat berpindah pohon. Kadang-kadang mereka juga berjalan dengan keempat anggota tubuhnya saat bergerak di cabang pohon yang besar atau saat turun di tanah. Ekornya yang panjang menyeimbangkan tubuhnya sehingga ia tidak jatuh saat berjalan di cabang pohon. Lutung akan memilih pohon tidur yang dekat dengan sungai atau sumber air (bila ada). Mereka akan duduk di dahan atau percabangan pohon sambil melipat kedua kakinya dan menundukkan kepalanya tanpa berpegangan Lutung akan memilih pohon tidur yang dekat dengan sungai atau sumber air (bila ada). Mereka akan duduk di dahan atau percabangan pohon sambil melipat kedua kakinya dan menundukkan kepalanya tanpa berpegangan

Suara lutung jantan hampir sama dengan suara lutung lainnya. Suaranya bergetar dan patah-patah (ghek ghok... ghek ghok...). Suara ini berarti peringatan bagi anggota kelompok. Selama masa pertumbuhan lutung, selalu berubahlah berbagai macam suara serta kegiatan perilaku sosial lain yang dikuasainya.

Sebagai bayi yang baru lahir, lutung hanya dapat menguik, mendengking dan menjerit. Pada bayi berusia 5-15 bulan lutung mulai dapat marah dan menyeringai. Lutung remaja sedikit demi sedikit berhenti menguik dan mengamuk kekanak-kanakan, serta mulai banyak melakukan kegiatan monyet dewasa, seperti misalnya menyuarakan lolongan bahaya dan mengangguk-anggukan tubuh sebagai ancaman Perkelahian yang sungguh-sungguh ganas demi kekuasaan merupakan tingkah laku khas lutung dewasa

PROLAPS UTERI

Prolaps adalah jatuh atau tenggelamnya suatu bagian atau viskus. Prolaps uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada di dalam orifisium vagina (prolaps derajat 1), serviks berada di luar orifisium (prolas derajat 2), atau seluruh uterus berada di luar oriifisium.
Prolaps uteri disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena kelemahan jaringan ikat di rongga panggul, perlukaan jalan lahir. Menopouse juga faktor pemicu terjadinya prolaps uteri. Pada prolaps uteri gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Terkadang penderita dengan prolaps sangat berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Penyebab dari terjadinya prolaps uteri yaitu dasar panggul yang lemah, karena kerusakan dasar panggul pada persalinan yang terlampau sering dengan penyakit seperti rupture perineum atau usia lanjut . tarikan pada janin pada pembukaan yang belum lengkap. Ekspressi crede yang berlebihan pada saat mengeluarkan plasenta. Ascites, tumor –tumor di daerah pelvis, batuk yang kronis dan pengejan (obslipasi atau striktura pada traktus urinarius). Selain itu juga disebabkan oleh renilakum uteri yang lemah(asteni atau kelainan congenital berupa kelemahan jaringan penyokong uterus yang sering pada nullipara.
Dengan adanya persalinan yang sulit, menyebabkan kelemahan pada ligamentum-ligamentum, fasia endopelvik, otot-otot dan fasia dasar panggul karena peningkatan tekanan intra abdominal dan faktor usia. Karena serviks terletak diluar vagina akan menggeser celana dalam dan menjadi ulkus dekubiltus (borok). Dapat menjadi sistokel karena kendornya fasia dinding depan vagina (mis : trauma obstetrik) sehingga kandung kemih terdorong ke belakang dan dinding depan vagian terdorong ke belakang. Dapat terjadi uretrokel, karena uretra ikut dalam penurunan tersebut. Dapat terjadi retrokel, karena kelemahan fasia di dinding belakang vagina, ok trauma obstetri atau lainnya, sehingga rektum turun ke depan dan menyebabkan dinding vagina atas belakang menonjol ke depan. Dapat terjadi enterokel, karena suatu hemia dari kavum dauglasi yang isinya usus halus atau sigmoid dan dinding vagina atas belakang menonjol ke depan. Sistokel, uretrokel, rektokel, enterokel dan kolpokel disebut prolaps vagina.Prolaps uteri sering diikuti prolaps vagina, tetapi prolaps vagina dapat berdiri sendiri.

VAKSIN

Vaksinasi adalah salah satu program pengendalian penyakit pada ternak, yang bertanggung jawab terhadap kerugian ekonomis yang tinggi apabila dalam pelaksanaannya ternyata menemui kegagalan. Akibat kegagalan vaksinasi adalah meningkatnya angka pesakitan (morbiditas) ternak yang tinggi, penurunan produksi dan tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk penggunaan obat-obatan.

Kegagalan Vaksinasi

Disamping manajemen pemeliharaan yang baik, terdapat dua tindakan penting untuk memerangi penyakit ayam, yaitu pencegahan dan pengobatan. Tindakan pencegahan pada ayam dilakukan melalui program vaksinasi untuk penyakit-penyakit tertentu yang sering mewabah. Adanya vaksinasi ini diharapkan dapat menghasilkan kekuatan biologis dari dalam tubuh ayam untuk melawanpenyakit tersebut dengan cara merangsang timbulnya antibodi (imunitas).

Telah terbukti bahwa vaksinasi mampu menekan timbulnya penyakit patogen pada ayam. Contoh penyakit yang populer pada ayam adalah Newcastle Diseases (ND), Marek’s Diseases dan IBD (Infectious Bursal Diseases). Penyakit-penyakit ini telah menyebabkan angka mortalitas yang tinggi pada ayam. Seringkali program vaksinasi terhadap penyakit tersebut sudah dilakukan, namun alhasil angka mortalitas masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya kegagalan terbentuknya imunitas yang cukup untuk melawan virus penyebab penyakit. Ternyata, vaksinasi tidak dapat secara total menjamin ketahanan ayam terhadap serangan penyakit. Timbul pertanyaan, mengapa terjadi kegagalan vaksinasi?, mengapa vaksinasi tidak mampu memberikan pertahan penuh pada ayam?. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan vaksinasi adalah menyangkut life span vaksin, cara vaksinasi, antibodi maternal, kemampuan membentuk antibodi pada ternak, mikotoksin dan kontaminan lain, seperti limbah industri, pupuk kimia, rodentisida, asap mobil, cat dan herbisida.

Vaksin. Pembatasan life span (masa berlaku) vaksin yang sudah lewat atau kadaluwarsa menyebabkan vaksin tidak berguna apabila digunakan karena tidak akan menghasilkan imunitas yang diharapkan. Apabila temperatur pada saat penyimpanan dan transportasi vaksin di atas 4 derajat celcius, maka vaksin akan kehilangan potensinya. Demikian pula vial dan bahan asal vial yang tidak memenuhi syarat. Bahan pengencer yang disediakan berkualitas rendah. Seringkali digunakan bahan pengencer berupa air sumur, air destilasi atau garam fisiologis, hal ini tidak dibenarkan. Perlu dicatat bahwa bahan pengencer yang digunakan adalah yang telah disediakan oleh pabrik pembuat vaksin. Bahan pengencer tidak boleh dicampur atau ditambahkan zat apapun.

Cara Vaksinasi. Secara khusus dosis dan cara/route pemberian vaksin tertentu sudah ditetapkan oleh produsen pembuat vaksin. Apabila hal tersebut dilakukan tidak sesuai aturan maka terjadilah kegagalan vaksin. Jarum suntik dan dropper yang tidak steril dan tidak stabil akan mengurangi potensi vaksin. Salah dosis, kekurangan dosis vaksin akan menimbulkan imunitas yang kurang. Kelebihan dosis akan menimbulkan immunotolerant dan harga vaksin menjadi mahal. Bahan pengencer yang tidak steril menjadikan vaksin tidak murni lagi. Kadang-kadang peternak menggunakan bahan pengencer berupa air ledeng yang mengandung chlorin, sehingga vaksin kurang menghasilkan potensi antigenisitasnya dan menyebabkan timbulnya antibodi yang kurang. Route pemberian vaksin yang sering digunakan antara lain : intra muskuler (injeksi serabut otot), tetes hidung (intra nasal), tetes mata (intra oculer), subkutan (di bawah kulit). Route pemberian vaksin harus dilakukan sesuai petunjuk produsen vaksin. Kesalahan route pemberian vaksin menyebabkan potensi imunitas yang dihasilkan kurang memuaskan. Jadwal pemberian vaksin seringkali tidak diperhatikan peternak. Beberapa vaksin harus diulang pemberiannya dan dikenal dengan istilah booster. Apabila rangkaian pemberian vaksin yang mungkin terdiri dari booster I dan booster II dan seterusnya tidak lengkap dilakukan , maka imunitas yang diharapkan tidak akan tercapai.

Antibodi maternal

Antibodi maternal adalah antibodi yang berasal dari induk yang diturunkan kepada anak, kalau pada ayam melalui kuning telur pada waktu telur masih ada di ovarium. Kegunaan antibodi tersebut adalah untuk ketahanan tubuh anak terutama pada awal-awal kehidupannya. Antibodi ini diperoleh secara pasif. Vaksinasi yang dilakukan pada saat antibodi maternal masih ada dalam darah sirkulasi, artinya belum secara total dikatabolisme, maka vaksin yang diberikan akan percuma, karena dinetralisir oleh antibodi maternal. Hasil penelitian Zalizar dan Rahayu (1997), menunjukkan bahwa setelah pemberian vaksin ND La Sota ke-I pada ayam umur 8 hari, titer HI (Hemaglutinasi Inhibisi) menurun sangat drastis sampai 78,75% dari antibodi maternalnya, hal ini disebabkan masih ada campur tangan antibodi maternal terhadap keberhasilan vaksinasi. Titer HI setelah pemberian vaksin ND La Sota ke-II, yaitu pada umur 18 hari, ternyata jauh lebih tinggi daripada titer HI vaksinasi ke-I. Demikian pula titer HI setelah vaksinasi ke-tiga, pada umur 28 hari, lebih tinggi daripada titer HI vaksinasi ke-I dan ke-II. Antibodi maternal secara efektif mencegah keberhasilan vaksinasi sampai antibodi tersebut habis, yaitu sekitar 10 – 20 hari setelah ayam menetas.

pyometra

Pyometra adalah suatu penyakit pada hewan betina dimana terjadi penimbunan nanah pada kandungan atau uterus.

Penyebab:

- Infeksi bakteri di dalam uterus melalui vagina di waktu lapisan endometrium mengalami hyperplasia yang di sebabkan kenaikan kadar hormon progesteron dan estrogen tanpa di sertai kebuntingan.

- KB yang tidak tepat.

Gejala:

- Tidak mau makan atau nafsu makan menurun.

- Lemas.

- Kadang – kadang muntah.

- Keluar cairan nanah atatu cairan kecoklatan dari vagina.

Cara mendiagnosa:

- Dengan palpasi daerah abdomen akan terasa pembesaran uterus yang berisi cairan.

- Dengan USG.

- Dengan rontgen posisi lateral terlihat ada cairan di dalam uterus.

- Dengan tes darah, sel darah putih meningkat sampai dua puluh ribu atau lebih. Bila telah lama maka akan mempengaruhi fungsi hati dan ginjal.

Pengobatan:

- Bila terjadi pyometra tertutup suntikan PGF 2α .

- Bila terjadi pyometra terbuka suntikan oxytocin.

- Dengan ovariohystrectomi harus cepat dan hati – hati.

VETERINARY TERMS Dictionary

A
AAFCO: Association of American Feed Control Officials; an organization which sets standards for pet food ingredients and minimum daily requirements.
Acid: A fluid containing a high proportion of hydrogen ions, giving the liquid a sour taste. Measured by pH units, with 1 the most acid, and 14 the least acid. Chemical reactions in the body have to take place at or near neutrality, pH 7.
ACTH: Adrenocorticotropic hormone. A hormone, secreted by the pituitary gland, which stimulates the adrenal gland to work.
Active Immunity: Immunity produced when an animal�s own immune system reacts to a stimulus e.g., a virus or bacteria, and produces antibodies and cells which will protect it from the disease caused by the bacteria or virus. Compare with 'passive immunity'. Acute: Having a sudden and generally severe onset. See also chronic.
Addisons disease, Addisonian: Addison's disease is also known as hypoadrenocorticism. It is a disease that results from a decrease in corticosteroid secretion from the adrenal gland. See article: Addison's Disease (Hypoadrenocorticism)
Adjuvant: A substance added to killed vaccines to stimulate a better immune response by the body. Common adjuvants contain aluminum compounds.
Adrenal Glands: Two small glands near the kidneys that produce many hormones required
for life.
Adrenergic: Communication between the nerves and muscles that uses epinephrine as the 'messenger'. Adrenergic stimulation is what is involved in the 'flight or fight' response, which means the body is alerted to a danger of some sort and prepares to basically run or fight. Adrenergic stimulation results in an increased heart rate, sweating, and increased blood pressure.
Adsorbent: Solid substance which attracts other molecules to its surface. Aerobic: Needing oxygen to live. See also anaerobic.
Agglutination: Clumping together.
Albino: An animal that is completely white because it lacks the ability to make pigment. Its eyes are pale blue or pink.
Alkaline: A substance with very few hydrogen ions, and a pH over 7. Lye is strongly alkaline.
Alopecia: A loss of hair or baldness.
Allergen: Substance that causes an allergic reaction, e.g., pollen.
Aminoglycoside: A class of antibiotics which act by interfering with bacterial protein synthesis within the bacteria which results in the death of the bacteria. Antibiotics in this class include gentamicin (Gentocin), kanamycin, neomycin, streptomycin, tobramycin, and amikacin. Many of these antibiotics are not well-absorbed from the animal's digestive system, so are often administered as injections, or used topically.

Amylase: Digestive enzyme, produced by the pancreas which breaks down carbohydrates and starches.
Anabolic steroid: A type of steroid (not a corticosteroid like prednisone, cortisone, or dexamethasone) which promotes the building of tissues, like muscle.
Anaerobic bacteria: Bacteria which only live in an environment in which there is no or little oxygen, e.g. Clostridium tetani which causes tetanus.
Analgesia: pain relief.
Anamnestic response: The faster and greater immune response produced by an animal who has previously encountered that specific antigen. Memory cells are responsible for this more efficient response. Also called 'secondary response'.
Anaphylaxis, Anaphylactic shock, Anaphylactoid: Anaphylaxis is a rare, life-threatening, immediate allergic reaction to something ingested or injected. If untreated, it results in shock, respiratory and cardiac failure, and death.
Androgen: hormone which produces male sexual characteristics, e.g., testosterone
Anemia: A condition in which the number of red blood cells present in the blood is lower than normal.
Angiotensin-converting-enzyme (ACE) inhibitor: Drug which decreases the function of this particular enzyme. The angiotensin-converting-enzyme changes a compound called angiotensin I to angiotensin II. Angiotensin II is a potent blood vessel constrictor. ACE inhibitors, then, have the effect of dilating blood vessels since less Angiotensin II is produced.
Anorexia: Loss of appetite.
Anthelmintic: Medication which kills certain types of intestinal worms; dewormer.
Antibody: Small disease-fighting proteins produced by certain types of cells called 'B cells'. The proteins are made in response to 'foreign' particles such as bacteria or viruses. These antibodies bind with certain proteins (antigens) on foreign particles like bacteria, to help inactivate them. See also antigen.
Antibody Titer: A measurement of the amount of antibodies in the blood. The test to measure antibodies is usually performed by making a number of dilutions of the blood and then measuring at what dilution there is sufficient antibody to react in the test. For example, a titer of 1:8 (one to eight) means the blood can be diluted to one part blood and seven parts saline and still produce a positive reaction in the test. The higher the titer (1:16 is higher than 1:8), the more antibody is present.
Anticholinergic: Stopping the communications between certain nerves and muscles of the body including those of the gastrointestinal tract and heart. These nerves are called 'parasympathetic' nerves and do such things as constrict the pupils of the eye, stimulate contractions of the muscles in the intestine, and slow the heart rate. Anticholinergic drugs would have the effect, then, of dilating the pupil, slowing contractions of the intestines and increasing the heart rate.
Anticholinesterase: a drug that blocks the enzyme acetylcholinesterase; this results in stimulation of the parasympathetic nervous system.
Anticoagulation: Stopping the blood clotting process.
Anticonvulsant: A drug used to prevent or decrease the severity of convulsions. emetic:agent that decreases or stops vomiting.
antigen: A molecular structure on surfaces of such particles as bacteria and viruses. This structure is recognized by the body as 'foreign' and stimulates the body to produce special proteins called antibodies to inactivate this foreign invader. See also antibody.
Antiprotozoal: An agent that kills protozoa, which are one-celled organisms such as Giardia.
Antipruritic: Relieves itching.
Antiseptic: A substance which inhibits the growth of bacteria, but does kill them.
Antispasmodic: An agent that relieves or decreases spasms in muscle. The muscle could include 'smooth muscle' which is the type of muscle in intestines that causes them to contract and move food through the digestive system.
Antitussive: Cough suppressant.
Anuria: The condition of complete failure in the function of the kidneys such that no urine is produced. Aplastic anemia: A serious condition in which red blood cells, white blood cells and platelets are not produced in sufficient quantity.
Aqueous humor: The fluid found within the eyeball which provides nourishment to the interior eye structures and keeps the eyeball inflated.
Arrhythmia: A variation from normal heart rhythm.
Ascarid: Roundworm. See article: Roundworms
Ascites: Fluid accumulation in the abdomen.
Aspirate: Withdraw fluid or cells through the use of suction - usually the suction produced by pulling back on the plunger of a syringe attached to a needle which is inserted into the area to be sampled.
Asymptomatic: A term used to decide a condition in which no symptoms are present.
Ataxia: A lack of muscle coordination, usually causing an abnormal or staggered gait.
Atopy: An allergy to something that is inhaled such as pollen or house dust. Also called 'inhalant allergy'. See articles in the Allergies section
ATP: Adenosine triphosphate; a compound used for energy by cells Atrium (plural atria): The two chambers of the heart that receive blood. The right atrium receives blood from the body. The left atrium receives oxygenated blood from the lungs.
Atrial fibrillation/flutter: A heart condition in which the atria (chambers of the heart that receive the blood) contract rapidly, irregularly, and independently of the ventricles (the chambers of the heart that pump the blood). This greatly decreases the efficiency of the heart and its ability to move blood.
Attenuated: Weakened. An attenuated virus is one which has been changed such that it will no longer cause disease. An attenuated virus would be used in a modified live vaccine.
Autoimmune: Condition in which in the immune system attacks the body's own tissues. To properly function, the immune system must identify foreign substances such as bacteria, viruses, parasites, slivers, etc., and it must be able to distinguish normal body tissue from these foreign substances. If it fails to distinguish the difference it attempts to destroy the tissue it wrongly identifies as foreign. For example, in autoimmune hemolytic anemia, the body destroys its own red blood cells. In rheumatoid arthritis it attacks the cells in the joints.

A. ARTICULATIO FIBROSA (SYNARTHROSIS)

A. ARTICULATIO FIBROSA (SYNARTHROSIS)
Kelompok ini mempunyai ciri:
- Jaringan ikat perantaranya berupa fibrosa
- Hubungan bersifat sementara, selanjutnya akan mengalami ossifikasi (proses synostosis)=pergerakan persendian jadi terbatas
- Tidak ada cavum sendi
Beberapa jenis persendian yang diklasifikasikan pada kelompok persendian synarthrosis adalah suturae, syndesmosis dan gomphosis
1. Suturae
terdapat pada ossa cranii. Antara dua atau lebih tulang disatukan erat oleh
jaringan ikat fibrosa(Ligamentum suturalis), setelah dewasa mengalami
ossifikasi. Ada 3 macam suturae sbb:
a. Suturae serrata: penggabungan jaringan tulang antar dua tulang
membentuk mata gergaji, ex: Suturae ossa frontalis
b. Suturae squamosa: penggabungan jaringan tulang antar dua tulang
tersusun serupa sisik ikan/ atap genting, ex: suturae ossa
Temporoparietalis
c. Suturae harmonia (plana): penggabungan jaringan tulang antar dua tulang
membentuk permukaan yang halus dan rata ex: suturae ossa nasalis,
suturae ossa frontalis, pars horizontal ossa palatina
2. Syndesmosis
terdapat pada beberapa ossa longa di extremitas, tulang yang dirangkai
dipertautkan oleh jaringan ikat fibrosa putih (jaringan elastis) ex: ossa
radioulnaris, ossa tibiafibula, ossa metacarpalis dan metatarsalis
3. Gomphosis
Hubungan gomphosis, dijumpai pada lokasi tertanamnya dentis pada alveoli ossa
maxillare, premaxillare dan pada ossa mandibulare

ANATOMI VETERINER I SYNDESMOLOGI

 Osteologi
Ilmu urai yang mempelajari tulang-tulang penyusun tubuh
 Skeleton/rangka diklasifikasikan menjadi 3 kelompok besar berdasarkan fungsinya:
1. Axillaris: ilmu urai yang mempelajari tulang-tulang penyusun poros tubuh
2. Appendicularis: mempelajari tulang-tulang penyusun anggota gerak
3. Visceralis: mempelajaritulang-tulang yang dijumpai pada jaringan lunak organ-organ tertentu
 Tulang-tulang penyusun anggota gerak (appendicularis) dikelompokkan menjadi dua:
1. Ossa membri thorachici: mempelajari rangkaian tulang yang menyusun anggota gerak depan (extremitas cranialis)
2. Ossa membri pelvini: mempelajari rangkaian tulang yang menyusun anggota gerak belakang (extremitas caudalis)
Syndesmologi(=Arthrology)
 Adalah ilmu urai yang mempelajari hubungan antara dua atau lebih tulang, atau antara tulang dengan tulang rawan yang membentuk sendi (=articulatio = juncturae ossium = joint) maupun antara tulang dengan struktur yang lain.
 Pada hewan tertentu yang tidak mempunyai os. Clavicula pada ossa membri thorachici seperti kuda dan ruminansia, hubungan antar tulang dibantu oleh otot dan ligamentum yang disebut tipe persendian synsarcosis
 Berdasarkan struktur dan fungsi suatu persendian di klasifikasikan menjadi 2 yaitu: Articulatio Fibrosa dan Articulatio Cartilagenousa

ISTILAH-ISTILAH UMUM DALAM ANATOMI

Berlaku di bagian tubuh :

Dorsal = menuju arah punggung, atas (dorsum = punggung)
Ventral = menuju arah perut, bawah (venter = perut)
Cranial = menuju ke arah kepala, depan (cranium = tengkorak)
Caudal = menuju arah ekor, belakang (cauda = ekor)
Anal = menuju arah anus, belakang (anus = dubur)

Berlaku di bagian kepala:

Oral = menuju arah mulut, depan (oris = mulut)
Apical = menuju arah puncak, atas (apex = puncak)
Aboral = menjauhi arah mulut, kebelakang (nucha = kuduk)
Nuchal = menuju tengkuk, kebelakang (nucha = kuduk)
Rostral = menuju arah hidung (daerah hidung)

Berlaku di bagian anggota gerak (extremitas):

Proximal = mendekati tubuh, ke atas
Distal = menjauhi tubuh, ke bawah
Dorsal = punggung tangan atau kaki depan
Volar = sisi belakang tangan / kaki depan
Palmar = sisi belakang tangan
Plantar = sisi belakang kaki belakang
Ulnar = sisi luar tangan/ kaki depan
Radial = sisi dalam tangan / kaki depan
Fibular = sisi luar kaki belakang
Tibial = sisi dalam kaki belakang

Berlaku untuk orientasi bidang-bidang pada tubuh:

Lateral = menjauhi bidang median tubuh, luar
Medial = mendekati bidang median tubuh, dalam,tengah
Median = bidang tengah tubuh, memisahkan tubuh menjadi dua bagian yang simetris
Sagittal = sejajar dengan median, tetapi di luar bidang median
Transversal = tegak lurus bidang median, memotong poros tubuh
Horizontal = tegak lurus bidang median, sejajar poros tubuh

Berlaku untuk orientasi berbagai arah:

Dexter = kanan
Sinister = kiri
Externus = sebelah luar
Intenus = sebelah dalam
Profundus = menjauhi permukaan
Superficialis = mendekati permukaan, luar
Transversus = melintang
Longitudinalis = memanjang, menurut sumbu memanjang
Ecto = luar (lapisan luar)
Meso = tengah (lapis tengah)
Endo = dalam (lapis dalam, di dalam)
Epi = di atas (tutup)
Peri = sekeliling, sekitar
Dia = pemisah, penyebaran (diameter = garis tengah)
Hypo = di bawah
Hyper = di atas
Basis = dasar, alas, bawah
Apex = puncak, atas
Margo = tepi (marginal = tepian)

Berbagai sebutan sifat:

Magnus = besar
Brevis = kecil
Major/ majus = besar
Minor/ minus = kecil
Alba = putih
Nigra = hitam
Flava = kuning
Rubra = merah
Grisea = abu-abu
Lutea = kuning
Chloros = hijau
Dorum/ serra = keras
Molle = lunak
Supra = atas, lebih atas
Infra = bawah, lebih bawah

Berbagai bentukan / bangunan

Facies = muka, permukaan
Fovea = lekuk yang bulat
Facialis = termasuk permukaan
Fascia = lembaran, balut, selaput otot
Foramen = lubang
Sulcus = lekuk / alur
Fasciculus = berkas
Canalis = Saluran, pipa
Cavum = Rongga
Caverna = rongga (caver-nosus = berongga-rongga)
Caput = kepala
Condylus = benjol sendi
Collum = leher
Spina = duri
Crista = bingkai, tepian tajam, sisir
Sinus = lengkung, rongga kecil, serambi
Processus = taju
Fissura = celah, robek
Incissura = irisan, sobekan

2. Optimalisasi Kualitas Semen Cair Domba Garut (Ovis aries) melalui Penambahan Maltosa ke dalam Pengencer Semen Tris Kuning Telur

a) TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan maltosa ke dalam pengencer semen tris kuning telur terhadap kualitas semen cair domba Garut yang disimpan pada suhu sekitar 5oC. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat dalam membantu mengembangkan populasi dan potensi domba Garut sebagai plasma nutfah domba Indonesia.

b) METODE
Hewan percobaan yang digunakan terdiri dari enam ekor domba Garut jantan unggul sebagai sumber penghasil semen. Semen ditampung sekali seminggu dengan menggunakan vagina buatan. Semen segar yang diperoleh kemudian dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan makroskopis meliputi pemeriksaan volume, warna dan kekentalan. Pemeriksaan mikroskopis meliputi pemeriksaan gerakan masa, konsentrasi, morfologi spermatozoa, persentase motilitas, persentase hidup, persentase membran plasma utuh dan persentase tudung akrosom utuh.
Setelah dievaluasi, semen segar dibagi menjadi tiga bagian sesuai dengan perlakuan yang diberikan yakni:
80% pengencer tris + 20% kuning telur sebagai kontrol (M0)
80% pengencer tris + 20% kuning telur + maltosa 0,6 g/ 100 ml pengencer (M0,6)
80% pengencer tris + 20% kuning telur + maltosa 1,2 g/ 100 ml pengencer (M1,2).
Setelah diencerkan secara merata, masing - masing perlakuan di simpan dalam lemari es yang bersuhu sekitar 5oC. Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kualitas semen cair dilakukan evaluasi kualitas semen setiap hari selama empat hari pengamatan. Parameter yang diukur untuk setiap tahap evaluasi terdiri atas persentase motilitas, persentase hidup, persentase membran plasma utuh dan persentase tudung akrosom utuh spermatozoa.


c) HASIL
Hasil penelitian ini dapat dilihat dari tabel berikut :

Penelitian menunjukkan pada hari pertama pengamatan perlakuan penambahan maltosa tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap motilitas spermato zoa. Pada hari ke dua pengamatan, perlakuan penambahan maltosa 1,2 g/100 ml pengencer meng hasilkan motilitas terbaik (67,50 ± 2,74 %) nyata lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan perlakuan kontrol (62,50 ± 2,74) namun tidak berbeda dibandingkan perlakuan penambahan maltosa 0,6 g/100 ml pengencer.
Kualitas semen cair yang tinggi pada perlakuan penambahan maltosa 1,2 g/100 ml pengencer menunjukkan bahwa spermatozoa d omba Garut dapat memanfaatkan maltosa sebagai sumber makanan dan bahan baku dalam proses metabolisme sehingga dapat mempertahankan kualitas semen cair yang dihasilkan.

d) KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan:
1) Penambahan maltosa 1,2 g/100 ml pengencer dalam pengencer semen cair Tris kuning telur 20% menghasilkan kualitas semen domba Garut lebih baik dibandingkan kontrol
2) Maltosa dapat digunakan sebagai sumber energi oleh spermatozoa untuk mempertahankan motilitas, daya hidup, keutuhan membran plasma dan keutuhan tudung akrosom spermatozoa domba Garut.

1. Kualitas Semen Cair Domba Garut pada Penambahan Sukrosa dalam Pengencer Tris Kuning Telur

a) TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan sukrosa ke dalam pengencer semen cair Tris-kuning telur terhadap kualitas semen cair domba Garut. Semen dikoleksi sekali seminggu selama lima minggu berturut-turut menggunakan vagina buatan dari pejantan yang sama.

b) METODE
Semen dikoleksi dari pejantan domba Garut yang sama menggunakan vagina buatan. Semen dikoleksi satu kali per minggu selama 5 minggu. Evaluasi semen segar dilakukan segera setelah semen ditampung, yang meliputi pemeriksaan makroskopis (volume, warna, konsistensi, pH) dan mikroskopis (gerakan massa, konsentrasi, persentase motilitas progresif/ % M, persentase hidup / % H, persentase abnormailtas dan persentase membran plasma utuh / % MPU). Semen segar yang memenuhi syarat (motilitas > 70%, konsentrasi > 2000 juta sel setiap ml, abnormalitas < 15%) selanjutnya diencerkan dengan beberapa jenis bahan pengencer, sebagai berikut:
Perlakuan A = pengencer Tris kuning telur 20% (kontrol)
Perlakuan B = pengencer Tris kuning telur 20% + sukrosa 0,1% w/v
Perlakuan C = pengencer Tris kuning telur 20% + sukrosa 0,3% w/v
Perlakuan D = pengencer Tris kuning telur 20% + sukrosa 0,5% w/v
Selanjutnya 4 jenis pengencer tersebut disimpan dalam tabung reaksi selama empat hari penyimpanan pada suhu 5°C. Peubah yang diamati selama penyimpanan semen cair adalah persentase motilitas progresif, persentase hidup dan persentase MPU (persentase spermatozoa yang memiliki membran plasma yang masih utuh).





c) HASIL
Hasil penelitian ini dapat dilihat dari tabel berikut :















Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa penambahan sukrosa dalam pengencer Tris-kuning telur 20% selama pengamatan menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Penambahan 0,5% w/v sukrosa dalam pengencer menghasilkan motilitas terbaik dan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan penambahan sukrosa 0,3% w/v. Hal ini dapat dikatakan bahwa penambahan 0,3% w/v sukrosa cenderung mampu mempertahankan motilitas spermatozoa dan lebih efisien selama penyimpanan pada suhu 5°C.

d) KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara umum penambahan sukrosa ke dalam pengencer Tris-kuning telur 20% dapat mempertahankan kualitas spermatozoa lebih baik daripada dalam media pengencer kontrol (Tris kuning telur 20%) selama empat hari penyimpanan pada suhu 5oC. Penambahan 0,3% w/v sukrosa dalam pengencer TKT merupakan dosis optimal penambahan sukrosa untuk dapat mempertahankan kualitas spermatozoa secara umum selama penyimpanan pada suhu 5oC.

Pelaksanaan Penampungan

Pelaksanaan penampungan dilakukan pada tempat khusus, menggunakan pemancing yang terikat pada kanang jepit dan sekitar kandang diberi aas serbuk gergaji yang cukup tebal sehingga memberikan rasa empuk pada pejantan. Hal ini perlu diperhatiak sebab apabila pejantan tersebut terpeleset, maka pejantan tersebut enggan atau tidak mau menaiki teaser. Penampungan dilakukan di pagi hari dan suasana sejuk. Pada pagi hari lebih merangsang pejantan untuk kawin dibanding siang hari karena udara panas.
A. Mempersiapakan pejantan yang akan ditampung
Bersana dengan mempersiapkan vagina buatan di laboratorium ditenpatpenampungan kita mempersiapkan pejantan yang akan ditmpung semnnya dan teaser sebagai pemncing. Sebelum di tampung semua ternak pejantan harus dipersiapkan dengan baik, bulu dekat ujung preputium harus digunting sehingga panjangnya hanya 1 cm daerah ventral abdomen disekeliling preputium sebaiknya dicuci dengan air hangat tanpa sabun dan dikeringkan. Pejantan yang akan ditampung dibiasakan dengan keadaan sekitar, terhadap ternak pemancingatau teaser yang diikat pada kandang penampungan. Pejantan tersebut harus berada dalam keadaan psikologik yang optimum. Perhatikan ketenangan disekitar tempat penampungan dan jaga agar sedikit mungkin orang yang berada di tempat penampungan.
B. Melakukan teaching
Pejantan yang akan ditampung semennya didekatkan ada bagian punggung ternak pemancing dan secara perlahan akan terlihat perubahan atau kelakuan kelamin yang khas pada peantan. Setiap respons menjadi stimulus yang akan merespon stimulus lainnya.
Tanda tanda kelaukan kelamin yang diperlihatkan dimulai dari :
o Percumbuan
Mengais ngais tanah, mencakar alas tempat penampungan, menempelkan kepala di bagian punggung/belakang pemancing, mengendus preputium, menunjukan flehmen atau nyengir yang berlangsung 10-30 detik.
o Mountingan
o Pejantan yang terangsang akan mencoba menaiki pemancing disertai dengan ereksi penis secara partial dan keluar dari preputim. Pada proses penunggangan ini dikeluarkan cairan pelengkap dari kelenjar cowper. Pada kejadian penunggangan petugas penampungan/ kolektor memindahkan posisi penis pejantan tersebut dengan memegang preputiumnya ditarik ke arah samping atau ke arah kolektor agar supaya penis tidak menempel pada bagian belakang tubuh pemancing disertai dengan merasakan ketegangan penis. Penunggangan ini berlangsung 3-4kali hingga dapat dirasakan ketegangan penis maksimal.
o Pemasukan penis ke dalam vagina buatan
Pejantan yang sudah mencapai rangsangan kopulasi yang maksimal, diupayakan agar posisi mounting(pemeganggnya) lurus atau sejajar dengan pemancing agar kualitas semen yang diperoleh bermutu tinggi. Petugas penampungan dengan tangan kiri mengarahkan penis ke lubang vagina buatan yang dipegang oleh tangan kanan yang menempel pada bagian belakang ternak (teaser).
o Ejakulasi
Apabila ujung penis menempel pada permukaan vagina buatan. Pejantan akan melakukan reaksi kopulasi yang disertai dengan loncatan kedua kaki belakang secara bersamaan. Bersamaan dengan loncatan dan masuknta [enis ke dalam vagina buatan. Pejantan akan mengeluarkan semen ke dalam tabung yang terdapat dalam vagina buatan. Sesudah ejakulasi pejantan turun dan penisnya segera beretraksi ke dalam preputium. Ejakulasi dapat terjadi di luar vagina buatan apabila terjadi ejakulasi “abortir” atau kondisi vagina buatan terlalu kencang. Refraktoris (fase relaksasi), yaitu setelah pejantan berkopulasi dan tidak menunjukkan aktivitas seksual.
Petugas penampungan harus mampu mendeteksi stimulus yang tergambar dari tanda tanda atau kelakuan kelakuan kelamin pejantan yang dimaksud sehingga semen yang ditampung bermutu tinggi. Hal ini perlu mendapat perhatian dari petugas penampungan semen antara lain :
1. Pada fase percumbuan akan didapati pejantan yang kurnag bernafsu untuk menunggangi ternak pemancing. Upaya harus dilakukan adalah :
• Membuat pejantan menjadi penasaran, yitu dengan cara membwa pejantan untuk dijatuhkan dari pemcing sambil memberi kesempatan kepada pejantan lain untuk ditampung semennya.
• Menempatkan atau mengikat pejantan yang kurnag berminat untuk perangasangan ditempat strategis yntuk melihat pejantan lain yang sedang ditampung semennya.
2. Menjaga vagina buatan agar tetap berada dalam suhu optimum, terutama suhu dan kekenyalannya. Suhu yang diharapkan berkisar antara (42-47) C, sedangkan kekenyalan sangat bergantung kepada individu pejantan, apabila terlalu kendur menyebabkan pejantan tidak merasakan rangsangan yang maksimal untuk ejakulasi sehingga akan menyebabkan semen yang ditampung kualitasnya rendah. Apabila terlalu kencang penis tidak mampu menembus karet iner linear dan dapat menyebabkan ejakulasi diluar (abortif).
3. Posisi kolektor (penampung) harus tetap memegang vagina buatan menempel pada bagian belakang ternak pemancing sehingga pada saat kopulasi dan ejakulasi pejantan dapat berlangsung maksimal. Pada kejadiann yang tidak diinginkan penampung semen menyongsong penis, hal ini akan meyebabkan semen yang diperoleh kurang baik karena akan terjadi goncangan vagina buatan pada ejakulasi.
4. Pengenalan kebiasaan dari individu pejantan meliputi :
• Libido jantan
• Bentuk dan karakteristik [enis pejantan
• Kebiasaan dan karakter inerliner yang halus atau bergaris-garis
• Tingkat kekenyalan dan suhu yang disenangi pejantan
5. Semen yang sudah ditampung secepatnya dibawa ke laboratorium dan tidak boleh terkena sinar matahari, karena sinar ultra violet yang ada pada sinar matahari akan melumpuhkan motilitas sperma.
6. Posisi kolektor harus dijaga agar kaki terhindar dari kemungkinan terinjak oleh pejantan yang ditampung, sehingga kolektor perlu memakai sepatu boo yang dilengkapi dengan logam pada ujung sepatunya, sehingga penampungan berlangsung aman walaupun secara tidak sengaja terinjak oleh ternak.

B. Mempersiapkan Vagina Buatan

Bagian bagian dari perlengkapan vagina buatan terdiri atas :
o Silinder karet tebal, kenyal tetapi kaku dengan panjang 24-25 cm berdiameter 5-6 cm. Pada bagian tengan silinder tersebut terdapat lubang berkatub se[erti sekrup (kran) tempat untuk memasukkan air panas dan diantaranya ada semacam pentil untuk meniupkan udara ke dalam vagina buatan.
o Selongsong karet tipis sebagai lapisan dalam dengan panjang 40-0cm berdiameter 506cm.
o Corong penampungan terbuat karet tipis dengan panjang 9 cm berdiameter 7 cm dan 1 cm pada ujungnya, Sebuah lubang kecil pada corong tersebut dengan kegunaan untuk menghindari tekanan udara yang berlebihan akibat dorongan penis sewaktu ejakulasi.
o Sebuah tabung penampung semen yang berskala yang terbuat dari gelas dengan panjang 11cm berdiameter 1 cm.
o Sebuah tabung plastik yang di dalamnya dilapisi kapas.

PROSES PENAMPUNGAN SEMEN

PENDAHULUAN
Penampungan semen merupakan salah satu mata rantai kegiatan Inseminasi Buatan (IB) untuk mendapatkan semen dengan kualitas yang optimal, sehingga seluruh mata rantai yang terdiri dari pengamatan ternak di lapangan, pengamatan kesehatan ternak, hijauan makanan ternak, konsentrat serta seluruh personil teknis dan nonteknis terlibat aktif dalam tugas inseminasi buatan. Untuk menangani penampungan semen lebih dahulu harus memahami dan mempelajari sifat sifat ternak yang akan ditampung, terutama mengenai rasnya antara lain : Limosin, Simmetal, Brahman,dll. Secara umum penampungan semen adalah proses ejakulasi yang dipengaruh oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal adalah hormonal, metabolisme, keturunan makanan, umur dan kesehatan. Sedagkan faktor eksternal adalah suasana lingkungan, tempat penampungan, manajemen, para penampung, cuaca, sarana penampungan dll. Maka untuk mendapatkan semen yang memenuhi syarat adalah mempelajari, mengamati, dan memperhatikan perilaku setiap pejantan yang akan di tampung semennya.
Mempersiapkan Peralatan dan Bahan Penampungan
Peralatan dan bahan penampungan harus bersih dan kering sebelum dipakai. Hal ini perlu diperhatikan terutama vagina buatan untuk menjaga tercampurnya sperma yang ditampung dengan kotoran atau kuman kuman penyakit yang berasak dari pejantan satu ke pejantan yang lain. Semua bagian yang terbuat dari karet harus di cuci bersih dengan air panas lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan dan disimpan dalam lemari yang tertutup.
A. Peralatan penampungan semen
o Vagina buatan
o Handuk besar/lap tangan
o Vasellin (bahan pelicin)
o Kapas
o Termometer
o Label nomor bull
o Alkohol
o Stick Glass
o Tali
o Glove
o Ember
o Termos